PENDIDIKAN KELUARGA MENJADI BASIS DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A.Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan --atau nasionalisme-- yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998).
Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945]
Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, kelompok belajar, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
B.Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Kelangsungan sebuah negara sangat bergantung pada masyarakatnya dalam mencintai, menjunjung tinggi, dan mempertahankan nilai-nilai yang luhur dari negara tersebut. Nilai-nilai luhur adalah hal mutlak yang harus ada dan diyakini oleh setiap komponen bangsa sebagai identitas, kontrol dan karakter bangsa dalam menjawab dan bersikap terhadap setiap permasalahan yang menimpa bangsa atau negara tersebut.
Pentingnya nilai-nilai positif yang diyakini oleh masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pandangan dari dalam masyarakat terhadap setiap permasalahan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah tidak mungkin mampu meng-cover seluruh permasalahan itu dengan sistem apapun. Keterbatasan yang dimiliki negara karena aturan atau sistem bersifat sangat kaku dan prosedural, seringkali jauh dari unsur human sehingga sulit menjangkau permasalahan-permasalahan yang memerlukan kebijaksanaan khusus. Selalu diperlukan aturan baru untuk menjawab sebuah permasalahan baru.
Apakah kewarganegaraan itu? Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah akhir, pendidikan kewarganegaraan seperti pelajaran wajib bagi semua siswa yang menempuh pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hingga pada perguruan tinggi pun kewarganegaraan menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian.
Dari pembukaan UUD’45 “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” yang merupakan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Mempunyai arti bukan hanya mencerdaskan intelektualnya saja melainkan juga menyangkut kecerdasan sosial, emosional dan spiritual, yang diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mencerdaskan kehidupan bangsa dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, yang didasari oleh kekuatan ideology nasional yaitu Pancasila.
Untuk itu pendidikan kewarganegaraan bukan hanya dipandang sebagai pendidikan dasar di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi melainkan sebagai bentuk sadar warga negara Indonesia dalam kedudukannya dan perannya di Negara Indonesia yang pola berfikirnya, pola sikapnya dan pola tindakannya mencerminkan tujuan nasional Indonesia. Sehingga warga Negara Indonesia dalam mewujudkan tujuan nasional harus dilandasi dengan jiwa patriotisme dan cinta tanah air.
Seperti dalam tujuan pendidikan nasional berikut ini: Untuk berkembangnya potensi warga agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Pasal 3 UU RI 20 tahun 2003 tentang sisdiknas).
Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam usia dini dan berkelanjutan adalah upaya bersifat strategis dalam menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa Indonesia. Karena kadang kita berfikir, mengapa pendidikan kewarganegaraan selalu ada disetiap jenjang pendidikan di Indonesia?. Oleh sebab itu dalam membangun jiwa patriotisme dalam pendidikan kewarganegaraan dilaksanakan oleh berbagai fungsi pemerintah, lembaga masyarakat dan swasta. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menumbuhkan kesadaran hak dan kewajiban warga negara dalam bela negara yang dilandasi jati diri dan moral bangsa, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Landasan tersebut tertuang dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidÃkan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
Pengajaran Kewarganegaraan di Indonesia, dan di negara-negara Asia pada umumnya, lebih ditekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional, dan perspektif internasional. Hal ini cukup berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika dan Australia yang lebih menekankan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu serta sistem dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar.
Dalam realita kehidupan pendidikan kewarganegaraan seperti hanya sebagai pendidikan formal yang ada di sekolah dan perguruan tinggi. Karena bentuk aplikasi pendidikan kewarganegaraan jarang ditemui sekarang ini. Sehingga banyak pola fikir, pola sikap dan pola perilaku yang tidak mencerminkan tujuan nasional Indonesia, yang dicirikan banyaknya penyimpangan di masyarakat. Oleh karena itu agar fenomena tersebut tidak berkelanjutan, maka setiap warga sadar akan pentingnya pendidikan kewarganegaraan mulai dari usia dini hingga kapanpun.
Dalam pendidikan kewarganegaraan dipelajari pula Hak dan Kewajiban, Bela Negara, HAM, pertahanan nasional. Yang akan menjadi acuan utama untuk menempatkan diri dalam kedudukan sebagai warganegara yang sadar terhadap tujuan nasional Indonesia. Setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara dan dipupuk melalui perkataan dan pengajaran serta kekuatan keteladanan. Demokrasi bukanlah “mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, tetapi harus selalu secara sadar direproduksi dari suatu generasi ke generasi berikutnya (Toqueville dalam Branson, 1998:2).
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan generasi muda, khususnya para mahasiswa, dalam menghadapi pengaruh globalisasi dan mengukuhkan kesadaran bela negara. Kita sebagai warganegara harus memahami mengenai hak dan kewajiban, HAM, bela negara. Misalkan wujud bela negara di jaman sekarang yang berbeda dengan masa lalu, karena di masa lalu saat negara ini dijajah mungkin kita akan ikut membela dengan jalan berperang melawan penjajah. Sedangkan di era sekarang wujud bela negara misal dalam bidang ekonomi bisa dilakukan dengan mengkonsumsi produk dalam negeri sehingga tidak akan mematikan pasar dalam negeri karena dalam penilaian saya disaat ini bangsa Indonesia dijajah dengan cara seperti itu. Contoh lain yaitu hak dan kewajiban warga negara, yaitu hak mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan pengidupan yang layak, hak memeluk agama dan juga kewajiban bela negara, taat pada hukum dan pemerintahan karena belum memahaminya warganegara tentang hukum yang berlaku sehingga masih banyak terjadi penyimpangan dalam masyarakat, dan lain-lain.
C.Pendidikan di Lingkungan Keluarga Sebagai Landasan Kehidupan Bangsa
Pendidikan sudah harus dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat dikomunikasikan kepada si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti manusia yang baik dan bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti di Jawa, ada tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan komunikasi itu.
Setelah lahir bayi perlu diurus dengan sebaik-baiknya agar tetap hidup. Pemberian air susu ibu atau ASI merupakan hal yang penting dan diakui manfaatnya oleh ilmu pengetahuan. Selain ASI penting dilihat dari sudut makanan dan fisik bayi, pemberian ASI juga ada hubungannya dengan faktor mental, seperti penanaman disiplin pada bayi. Seperti memberikan ASI pada waktu tertentu dan tidak sembarang waktu, umpama saja untuk menghentikan bayi menangis. Dengan tumbuhnya kebiasaan tentang waktu menerima ASI dan tidak pada waktu lain pada bayi terwujud kebiasaan mengikuti aturan orang lain. Demikian pula keteraturan waktu dan cara mandi menimbulkan pada bayi dasar untuk hidup teratur nanti.
Makin tumbuh besar bayi itu makin banyak hal yang dapat dilakukan untuk penyampaian nilai kehidupan. Juga makin banyak hal dijadikan pengetahuan bayi agar daya pikirnya makin aktif. Yang amat penting adalah cinta kasih ibu karena hal itu menimbulkan rasa aman bagi bayi yang kemudian dapat menjadi rasa percaya diri yang wajar. Akan tetapi tidak boleh ada tindakan yang bernada memanjakan. Tidak ada hal yang lebih merusak masa depan anak dari pada pemanjaan. Sebaliknya bayi “ditantang” melakukan hal-hal baru, seperti berani naik tangga ketika sudah dapat berjalan dan tidak digotong ibu. Diberikan kesempatan untuk banyak bermain, sebaiknya bersama-sama anak yang sebaya. Sebab itu adalah baik sekali kalau pada umur 3 tahun anak sudah masuk dalam kelompok main (play group) agar mulai membiasakan diri bergaul dengan anak lain. Dalam permainan diberikan kebebasan melakukan banyak hal, termasuk mencoret-coret gambar untuk menyatakan perasaannya. Di rumah disiplin dipelihara terus, sehingga anak menyadari bahwa kasih sayang tidak berarti membolehkan segala kemauan anak. Anak mulai tahu bahwa ia bebas berbuat tetapi selalu dalam batas tidak mengganggu ketertiban keluarga dan tidak merugikan pihak lain. Dengan begitu sudah mulai kecil dibangun kekuatan mentalnya. Anak dibiasakan untuk selalu mengusahakan yang terbaik.
Makin besar anak, makin banyak pengetahuan disampaikan kepadanya dan makin banyak kemampuan ditumbuhkan. Bersama itu anak diberi tanggungjawab yang harus dilaksanakannya. Seperti membereskan tempat tidur sendiri, turut mengatur dan membersihkan rumah, membantu dalam asah-asah piring sehabis makan, dan lainnya. Anak harus memperoleh kesadaran bahwa ia mempunyai tempat dan fungsi dalam rumah tangga yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia bermain-main di luar rumah. Namun segala tanggungjawab itu harus disertai kegembiraan sehingga tidak dirasakan sebagai beban yang memberatkan hidupnya. Juga mulai ditumbuhkan rasa cinta Tanah Airnya melalui cerita, wejangan orang tua dan ajakan wisata untuk mengenal Tanah Airnya lebih baik.
Kebiasaan memperoleh kasih sayang ibu dan bapak membuat anak juga sanggup memberikan kasih sayang kepada orang lain, baik kepada saudara-saudaranya sendiri maupun kepada orang lain di luar keluarganya.
Dalam pada itu anak sudah mulai mengikuti pendidikan sekolah, dimulai dengan Taman Kanak-Kanak, kemudian ke SD dan SMP. Bersamaan dengan itu pengetahuannya makin bertambah dan timbul dorongan untuk tahu lebih banyak menjadi makin kuat. Sebab itu di rumah anak dilayani dengan semestinya kalau mengajukan pertanyaan. Anak bahkan didorong agar belajar yang baik di sekolah dan kalau perlu dibantu ketika menghadapi pelajaran sekolah yang dianggap sukar oleh anak. Anak didorong untuk berbuat paling baik, berprestasi dalam apa pun yang dikerjakan. Juga makin disadarkan kebangsaannya melalui ulasan mengenai keadaan bangsa dan kelilingnya. Sebaliknya, kalau menunjukkan sikap malas dan ogah-ogahan perlu dicari sebabnya mengapa demikian. Dengan begitu anak diusahakan menjadi orang yang dinamis tapi stabil pikiran dan perasaannya. Ketika mulai timbul perasaan asmara di masa pubertasnya, hal itu tidak dilarang. Melainkan ia diberi pedoman bagaimana menyalurkan perasaan itu dalam sikap dan perbuatan yang tidak merugikan dirinya. Dalam hal ini hubungan yang erat dengan ibu adalah amat penting.
Ketika sudah pada usia 16 tahun anak makin dipengaruhi untuk mengembangkan vitalitasnya dan menunjukkan prestasi dalam hal atau bidang yang ia sukai. Tauladan orang tua untuk anak adalah penting sejak anak kecil, tetapi terlebih penting ketika anak itu berumur 13-16 tahun dan makin kritis serta mampu membandingkan. Penyaluran emosi yang makin kuat perlu mendapat pedoman yang dikomunikasikan dengan baik sehingga dimengerti dan diterima anak. Kalau tidak, maka ia akan memberontak . Dialog antara anggota keluarga makin diperlukan. Ganjaran (reward) terhadap perbuatan yang menonjol dan unggul harus diberikan agar menstimulasi perkembangan lebih tinggi. Faktor patriotisme harus semakin menonjol dalam memotivasi dan mendorong perbuatan yang berprestasi.
Ketika menginjak umur dewasa di atas 18 tahun pendidikan dalam keluarga pada dasarnya telah berakhir. Anak telah menjadi manusia dewasa. Makin banyak pendidikan diperolehnya dari luar keluarga, baik dalam masyarakat maupun di lembaga pendidikan. Meskipun begitu harus terus dipelihara hubungan orang tua dan anak yang dilandasi kasih sayang, tauladan yang tepat dan komunikasi yang lancar untuk mendiskusikan segala hal yang dirasakan perlu oleh anak. Namun sekarang orang tua menempatkan diri sebagai penasehat anak dan membiasakan anak mengambil keputusannya sendiri. Ia harus mulai sadar bahwa baik buruk kehidupannya adalah di tangannya sendiri, sedangkan orang lain termasuk orang tua adalah penasehat. Dengan begitu akan timbul rasa tanggungjawab yang kuat dalam menentukan segala sesuatu dan ada kemampuan mengambil keputusan yang makin cermat.
D.Tanggungjawab atas Pendidikan Keluarga
Pendidikan dalam Keluarga adalah tanggungjawab orang tua, dengan peran Ibu lebih banyak. Karena Ayah biasanya pergi bekerja dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu dan anak lebih menonjol. Meskipun begitu peran Ayah juga amat penting, terutama sebagai tauladan dan pemberi pedoman, terutama soal cinta Tanah Air dan patriotisme. Kalau anak sudah mendekat dewasa peran Ayah sebagai penasehat juga amat penting, karena dapat memberikan aspek berbeda dari yang diberikan Ibu. Oleh karena hubungan Ayah dan anak relatif terbatas waktunya, terutama di hari kerja, maka Ayah harus mengusahakan agar pada hari libur memberikan waktu lebih banyak untuk berhubungan dengan anak.
Makin banyaknya jumlah Ibu-bekerja (working mother) menimbulkan persoalan tidak sedikit bagi pendidikan anak. Sebaliknya, kalau penghasilan keluarga tergantung pada penghasilan Ayah saja yang kurang memadai untuk kehidupan keluarga, juga akan timbul persoalan pendidikan yang tidak sedikit. Sebab itu gejala yang makin meluas tentang Ibu-bekerja tidak harus ditolak, tetapi dicari jalan agar tidak terjadi kekurangan yang fatal untuk pendidikan. Salah satu cara adalah kehadiran nenek di lingkungan keluarga. Juga penempatan anak dalam lembaga Penitipan Anak ketika anak itu masih kecil merupakan cara yang tidak salah, asalkan diketahui bahwa penyelenggaraannya dilakukan oleh orang-orang yang dapat dipercaya. Meskipun demikian, para Ibu-bekerja harus selalu mengusahakan waktu maksimal untuk dapat berhubungan dengan anaknya.
Ada pendapat berbeda tentang pendidikan dalam keluarga, yaitu tentang pemberian kebebasan kepada anak. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya sejak permulaan diberikan kebebasan maksimal kepada anak. Dalam hal ini faktor pendidikan kepada anak sudah berakhir sebelum anak itu dewasa. Pendapat demikian terutama banyak ditemukan di Amerika Serikat yang kuat menganut prinsip liberalisme. Pendapat ini menganut sikap bahwa berbagai larangan dan pedoman kepada anak hanya menimbulkan keterbatasan pada anak untuk mengembangkan dirinya secara wajar. Dengan begitu potensi dan bakat anak tidak dapat berkembang menjadi kekuatan nyata.
Mungkin saja pendapat liberal ini baik untuk anak Amerika, tetapi dalam kebudayaan Timur dan khususnya Indonesia yang memandang kebersamaan sebagai sumber kebahagiaan, rupanya sikap liberal itu kurang cocok. Mungkin hanya cocok bagi keluarga yang begitu kebarat-baratan (westernized) sehingga sudah kehilangan akarnya pada kebudayaan bangsanya sendiri. Toh dalam kenyataan terbukti bahwa keluarga yang menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang tidak kalah mutunya dalam kehidupan dari pribadi hasil pendidikan liberal. Hal itu cukup banyak dibuktikan oleh orang-orang Jepang yang bergulat dalam berbagai bidang dengan orang Amerika, termasuk dalam ilmu pengetahuan, bisnis, olahraga dan lainnya.
Pendidikan dalam Keluarga dapat memberikan pengaruh besar kepada karakter orang. Sebab itu kunci utama untuk menjadikan Manusia Indonesia tidak manja dan hidup energik terletak dalam pendidikan dalam keluarga. Kalau kita membaca pernyataan berbagai pemimpin besar dunia, maka banyak di antara mereka memberikan nilai penting kepada pendidikan dalam keluarga. Juga ada yang menyebutkan pengaruh kuat dari Kakek atau Nenek. Antara lain Bung Karno selalu mengagungkan pengaruh Ibu. Juga Ki Hadjar Dewantara mengemukakan pentingnya Pendidikan dalam Keluarga.
Dan karakter yang ditumbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam kepribadian orang, karena banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai bidang. Baik itu bagi pemimpin masyarakat, olahragawan, kaum bisnis maupun para pendidik sendiri. Ilmu pengetahuan dan kemampuan teknik adalah penting bagi pencapaian keberhasilan, tetapi tidak akan mampu mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai karakter. Kita melihat sekarang keadaan masyarakat Indonesia yang prestasinya tidak sebanding dengan kemampuan teknik dan penguasaan ilmu pengetahun. Hal itu terutama karena pada waktu ini faktor karakter kurang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan. Rendahnya patriotisme adalah gambaran lemahnya karakter bangsa. Ini semua harus menjadi salah satu hasil penting usaha pendidikan bangsa, baik dalam pendidikan dalam keluarga, pendidikan sekolah maupun pendidikan dalam masyarakat. Akan tetapi karena pendidikan pada anak paling dulu dilmulai dalam pendidikan dalam keluarga, maka pendidikan dalam keluarga yang seharusnya memberikan landasan yang kemudian diperkuat dan dilengkapi dalam pendidikan sekolah dan pendidikan dalam masyarakat.
Sudah amat perlu diadakan seruan, ajakan dan pemberian tauladan kepada para orang tua untuk memperhatikan pendidikan yang harus mereka lakukan dalam keluarga. Mungkin sekali banyak di antara para orang tua merasa kurang mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Maka sangat penting Pemerintah atau organisasi lain mengeluarkan Buku Pedoman yang dapat menjadi pegangan bagi para orang tua dalam melaksanakan pendidikan dalam keluarga. Akhirnya memang tergantung pada para orang tua sendiri apakah pedoman itu dilaksanakan atau tidak. Akan tetapi karena secara alamiah orang tua ingin anaknya baik dan sukses, maka besar kemungkinan mayoritas orang tua akan berusaha menerapkan pedoman itu dalam hidup mereka.
E.Kesimpulan
Pentingnya nilai-nilai positif yang diyakini oleh masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pandangan dari dalam masyarakat terhadap setiap permasalahan, sehingga dapat menjadi warga negara yang baik, apalagi didasari dengan pendidikan keluarga yang senantiasa dapat membantu anggota keluarga dari setiap masalah yang mereka hadapi. Karena pendidikan di dalam keluarga dan kewarganegaraan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik maupun negarawan yang mencintai kehidupan, negaranya dan keluarganya.
A.Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan --atau nasionalisme-- yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998).
Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945]
Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, kelompok belajar, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
B.Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Kelangsungan sebuah negara sangat bergantung pada masyarakatnya dalam mencintai, menjunjung tinggi, dan mempertahankan nilai-nilai yang luhur dari negara tersebut. Nilai-nilai luhur adalah hal mutlak yang harus ada dan diyakini oleh setiap komponen bangsa sebagai identitas, kontrol dan karakter bangsa dalam menjawab dan bersikap terhadap setiap permasalahan yang menimpa bangsa atau negara tersebut.
Pentingnya nilai-nilai positif yang diyakini oleh masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pandangan dari dalam masyarakat terhadap setiap permasalahan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah tidak mungkin mampu meng-cover seluruh permasalahan itu dengan sistem apapun. Keterbatasan yang dimiliki negara karena aturan atau sistem bersifat sangat kaku dan prosedural, seringkali jauh dari unsur human sehingga sulit menjangkau permasalahan-permasalahan yang memerlukan kebijaksanaan khusus. Selalu diperlukan aturan baru untuk menjawab sebuah permasalahan baru.
Apakah kewarganegaraan itu? Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah akhir, pendidikan kewarganegaraan seperti pelajaran wajib bagi semua siswa yang menempuh pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hingga pada perguruan tinggi pun kewarganegaraan menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian.
Dari pembukaan UUD’45 “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” yang merupakan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Mempunyai arti bukan hanya mencerdaskan intelektualnya saja melainkan juga menyangkut kecerdasan sosial, emosional dan spiritual, yang diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mencerdaskan kehidupan bangsa dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, yang didasari oleh kekuatan ideology nasional yaitu Pancasila.
Untuk itu pendidikan kewarganegaraan bukan hanya dipandang sebagai pendidikan dasar di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi melainkan sebagai bentuk sadar warga negara Indonesia dalam kedudukannya dan perannya di Negara Indonesia yang pola berfikirnya, pola sikapnya dan pola tindakannya mencerminkan tujuan nasional Indonesia. Sehingga warga Negara Indonesia dalam mewujudkan tujuan nasional harus dilandasi dengan jiwa patriotisme dan cinta tanah air.
Seperti dalam tujuan pendidikan nasional berikut ini: Untuk berkembangnya potensi warga agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Pasal 3 UU RI 20 tahun 2003 tentang sisdiknas).
Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam usia dini dan berkelanjutan adalah upaya bersifat strategis dalam menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa Indonesia. Karena kadang kita berfikir, mengapa pendidikan kewarganegaraan selalu ada disetiap jenjang pendidikan di Indonesia?. Oleh sebab itu dalam membangun jiwa patriotisme dalam pendidikan kewarganegaraan dilaksanakan oleh berbagai fungsi pemerintah, lembaga masyarakat dan swasta. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menumbuhkan kesadaran hak dan kewajiban warga negara dalam bela negara yang dilandasi jati diri dan moral bangsa, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Landasan tersebut tertuang dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidÃkan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
Pengajaran Kewarganegaraan di Indonesia, dan di negara-negara Asia pada umumnya, lebih ditekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional, dan perspektif internasional. Hal ini cukup berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika dan Australia yang lebih menekankan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu serta sistem dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar.
Dalam realita kehidupan pendidikan kewarganegaraan seperti hanya sebagai pendidikan formal yang ada di sekolah dan perguruan tinggi. Karena bentuk aplikasi pendidikan kewarganegaraan jarang ditemui sekarang ini. Sehingga banyak pola fikir, pola sikap dan pola perilaku yang tidak mencerminkan tujuan nasional Indonesia, yang dicirikan banyaknya penyimpangan di masyarakat. Oleh karena itu agar fenomena tersebut tidak berkelanjutan, maka setiap warga sadar akan pentingnya pendidikan kewarganegaraan mulai dari usia dini hingga kapanpun.
Dalam pendidikan kewarganegaraan dipelajari pula Hak dan Kewajiban, Bela Negara, HAM, pertahanan nasional. Yang akan menjadi acuan utama untuk menempatkan diri dalam kedudukan sebagai warganegara yang sadar terhadap tujuan nasional Indonesia. Setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara dan dipupuk melalui perkataan dan pengajaran serta kekuatan keteladanan. Demokrasi bukanlah “mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, tetapi harus selalu secara sadar direproduksi dari suatu generasi ke generasi berikutnya (Toqueville dalam Branson, 1998:2).
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan generasi muda, khususnya para mahasiswa, dalam menghadapi pengaruh globalisasi dan mengukuhkan kesadaran bela negara. Kita sebagai warganegara harus memahami mengenai hak dan kewajiban, HAM, bela negara. Misalkan wujud bela negara di jaman sekarang yang berbeda dengan masa lalu, karena di masa lalu saat negara ini dijajah mungkin kita akan ikut membela dengan jalan berperang melawan penjajah. Sedangkan di era sekarang wujud bela negara misal dalam bidang ekonomi bisa dilakukan dengan mengkonsumsi produk dalam negeri sehingga tidak akan mematikan pasar dalam negeri karena dalam penilaian saya disaat ini bangsa Indonesia dijajah dengan cara seperti itu. Contoh lain yaitu hak dan kewajiban warga negara, yaitu hak mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan pengidupan yang layak, hak memeluk agama dan juga kewajiban bela negara, taat pada hukum dan pemerintahan karena belum memahaminya warganegara tentang hukum yang berlaku sehingga masih banyak terjadi penyimpangan dalam masyarakat, dan lain-lain.
C.Pendidikan di Lingkungan Keluarga Sebagai Landasan Kehidupan Bangsa
Pendidikan sudah harus dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat dikomunikasikan kepada si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti manusia yang baik dan bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti di Jawa, ada tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan komunikasi itu.
Setelah lahir bayi perlu diurus dengan sebaik-baiknya agar tetap hidup. Pemberian air susu ibu atau ASI merupakan hal yang penting dan diakui manfaatnya oleh ilmu pengetahuan. Selain ASI penting dilihat dari sudut makanan dan fisik bayi, pemberian ASI juga ada hubungannya dengan faktor mental, seperti penanaman disiplin pada bayi. Seperti memberikan ASI pada waktu tertentu dan tidak sembarang waktu, umpama saja untuk menghentikan bayi menangis. Dengan tumbuhnya kebiasaan tentang waktu menerima ASI dan tidak pada waktu lain pada bayi terwujud kebiasaan mengikuti aturan orang lain. Demikian pula keteraturan waktu dan cara mandi menimbulkan pada bayi dasar untuk hidup teratur nanti.
Makin tumbuh besar bayi itu makin banyak hal yang dapat dilakukan untuk penyampaian nilai kehidupan. Juga makin banyak hal dijadikan pengetahuan bayi agar daya pikirnya makin aktif. Yang amat penting adalah cinta kasih ibu karena hal itu menimbulkan rasa aman bagi bayi yang kemudian dapat menjadi rasa percaya diri yang wajar. Akan tetapi tidak boleh ada tindakan yang bernada memanjakan. Tidak ada hal yang lebih merusak masa depan anak dari pada pemanjaan. Sebaliknya bayi “ditantang” melakukan hal-hal baru, seperti berani naik tangga ketika sudah dapat berjalan dan tidak digotong ibu. Diberikan kesempatan untuk banyak bermain, sebaiknya bersama-sama anak yang sebaya. Sebab itu adalah baik sekali kalau pada umur 3 tahun anak sudah masuk dalam kelompok main (play group) agar mulai membiasakan diri bergaul dengan anak lain. Dalam permainan diberikan kebebasan melakukan banyak hal, termasuk mencoret-coret gambar untuk menyatakan perasaannya. Di rumah disiplin dipelihara terus, sehingga anak menyadari bahwa kasih sayang tidak berarti membolehkan segala kemauan anak. Anak mulai tahu bahwa ia bebas berbuat tetapi selalu dalam batas tidak mengganggu ketertiban keluarga dan tidak merugikan pihak lain. Dengan begitu sudah mulai kecil dibangun kekuatan mentalnya. Anak dibiasakan untuk selalu mengusahakan yang terbaik.
Makin besar anak, makin banyak pengetahuan disampaikan kepadanya dan makin banyak kemampuan ditumbuhkan. Bersama itu anak diberi tanggungjawab yang harus dilaksanakannya. Seperti membereskan tempat tidur sendiri, turut mengatur dan membersihkan rumah, membantu dalam asah-asah piring sehabis makan, dan lainnya. Anak harus memperoleh kesadaran bahwa ia mempunyai tempat dan fungsi dalam rumah tangga yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia bermain-main di luar rumah. Namun segala tanggungjawab itu harus disertai kegembiraan sehingga tidak dirasakan sebagai beban yang memberatkan hidupnya. Juga mulai ditumbuhkan rasa cinta Tanah Airnya melalui cerita, wejangan orang tua dan ajakan wisata untuk mengenal Tanah Airnya lebih baik.
Kebiasaan memperoleh kasih sayang ibu dan bapak membuat anak juga sanggup memberikan kasih sayang kepada orang lain, baik kepada saudara-saudaranya sendiri maupun kepada orang lain di luar keluarganya.
Dalam pada itu anak sudah mulai mengikuti pendidikan sekolah, dimulai dengan Taman Kanak-Kanak, kemudian ke SD dan SMP. Bersamaan dengan itu pengetahuannya makin bertambah dan timbul dorongan untuk tahu lebih banyak menjadi makin kuat. Sebab itu di rumah anak dilayani dengan semestinya kalau mengajukan pertanyaan. Anak bahkan didorong agar belajar yang baik di sekolah dan kalau perlu dibantu ketika menghadapi pelajaran sekolah yang dianggap sukar oleh anak. Anak didorong untuk berbuat paling baik, berprestasi dalam apa pun yang dikerjakan. Juga makin disadarkan kebangsaannya melalui ulasan mengenai keadaan bangsa dan kelilingnya. Sebaliknya, kalau menunjukkan sikap malas dan ogah-ogahan perlu dicari sebabnya mengapa demikian. Dengan begitu anak diusahakan menjadi orang yang dinamis tapi stabil pikiran dan perasaannya. Ketika mulai timbul perasaan asmara di masa pubertasnya, hal itu tidak dilarang. Melainkan ia diberi pedoman bagaimana menyalurkan perasaan itu dalam sikap dan perbuatan yang tidak merugikan dirinya. Dalam hal ini hubungan yang erat dengan ibu adalah amat penting.
Ketika sudah pada usia 16 tahun anak makin dipengaruhi untuk mengembangkan vitalitasnya dan menunjukkan prestasi dalam hal atau bidang yang ia sukai. Tauladan orang tua untuk anak adalah penting sejak anak kecil, tetapi terlebih penting ketika anak itu berumur 13-16 tahun dan makin kritis serta mampu membandingkan. Penyaluran emosi yang makin kuat perlu mendapat pedoman yang dikomunikasikan dengan baik sehingga dimengerti dan diterima anak. Kalau tidak, maka ia akan memberontak . Dialog antara anggota keluarga makin diperlukan. Ganjaran (reward) terhadap perbuatan yang menonjol dan unggul harus diberikan agar menstimulasi perkembangan lebih tinggi. Faktor patriotisme harus semakin menonjol dalam memotivasi dan mendorong perbuatan yang berprestasi.
Ketika menginjak umur dewasa di atas 18 tahun pendidikan dalam keluarga pada dasarnya telah berakhir. Anak telah menjadi manusia dewasa. Makin banyak pendidikan diperolehnya dari luar keluarga, baik dalam masyarakat maupun di lembaga pendidikan. Meskipun begitu harus terus dipelihara hubungan orang tua dan anak yang dilandasi kasih sayang, tauladan yang tepat dan komunikasi yang lancar untuk mendiskusikan segala hal yang dirasakan perlu oleh anak. Namun sekarang orang tua menempatkan diri sebagai penasehat anak dan membiasakan anak mengambil keputusannya sendiri. Ia harus mulai sadar bahwa baik buruk kehidupannya adalah di tangannya sendiri, sedangkan orang lain termasuk orang tua adalah penasehat. Dengan begitu akan timbul rasa tanggungjawab yang kuat dalam menentukan segala sesuatu dan ada kemampuan mengambil keputusan yang makin cermat.
D.Tanggungjawab atas Pendidikan Keluarga
Pendidikan dalam Keluarga adalah tanggungjawab orang tua, dengan peran Ibu lebih banyak. Karena Ayah biasanya pergi bekerja dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu dan anak lebih menonjol. Meskipun begitu peran Ayah juga amat penting, terutama sebagai tauladan dan pemberi pedoman, terutama soal cinta Tanah Air dan patriotisme. Kalau anak sudah mendekat dewasa peran Ayah sebagai penasehat juga amat penting, karena dapat memberikan aspek berbeda dari yang diberikan Ibu. Oleh karena hubungan Ayah dan anak relatif terbatas waktunya, terutama di hari kerja, maka Ayah harus mengusahakan agar pada hari libur memberikan waktu lebih banyak untuk berhubungan dengan anak.
Makin banyaknya jumlah Ibu-bekerja (working mother) menimbulkan persoalan tidak sedikit bagi pendidikan anak. Sebaliknya, kalau penghasilan keluarga tergantung pada penghasilan Ayah saja yang kurang memadai untuk kehidupan keluarga, juga akan timbul persoalan pendidikan yang tidak sedikit. Sebab itu gejala yang makin meluas tentang Ibu-bekerja tidak harus ditolak, tetapi dicari jalan agar tidak terjadi kekurangan yang fatal untuk pendidikan. Salah satu cara adalah kehadiran nenek di lingkungan keluarga. Juga penempatan anak dalam lembaga Penitipan Anak ketika anak itu masih kecil merupakan cara yang tidak salah, asalkan diketahui bahwa penyelenggaraannya dilakukan oleh orang-orang yang dapat dipercaya. Meskipun demikian, para Ibu-bekerja harus selalu mengusahakan waktu maksimal untuk dapat berhubungan dengan anaknya.
Ada pendapat berbeda tentang pendidikan dalam keluarga, yaitu tentang pemberian kebebasan kepada anak. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya sejak permulaan diberikan kebebasan maksimal kepada anak. Dalam hal ini faktor pendidikan kepada anak sudah berakhir sebelum anak itu dewasa. Pendapat demikian terutama banyak ditemukan di Amerika Serikat yang kuat menganut prinsip liberalisme. Pendapat ini menganut sikap bahwa berbagai larangan dan pedoman kepada anak hanya menimbulkan keterbatasan pada anak untuk mengembangkan dirinya secara wajar. Dengan begitu potensi dan bakat anak tidak dapat berkembang menjadi kekuatan nyata.
Mungkin saja pendapat liberal ini baik untuk anak Amerika, tetapi dalam kebudayaan Timur dan khususnya Indonesia yang memandang kebersamaan sebagai sumber kebahagiaan, rupanya sikap liberal itu kurang cocok. Mungkin hanya cocok bagi keluarga yang begitu kebarat-baratan (westernized) sehingga sudah kehilangan akarnya pada kebudayaan bangsanya sendiri. Toh dalam kenyataan terbukti bahwa keluarga yang menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang tidak kalah mutunya dalam kehidupan dari pribadi hasil pendidikan liberal. Hal itu cukup banyak dibuktikan oleh orang-orang Jepang yang bergulat dalam berbagai bidang dengan orang Amerika, termasuk dalam ilmu pengetahuan, bisnis, olahraga dan lainnya.
Pendidikan dalam Keluarga dapat memberikan pengaruh besar kepada karakter orang. Sebab itu kunci utama untuk menjadikan Manusia Indonesia tidak manja dan hidup energik terletak dalam pendidikan dalam keluarga. Kalau kita membaca pernyataan berbagai pemimpin besar dunia, maka banyak di antara mereka memberikan nilai penting kepada pendidikan dalam keluarga. Juga ada yang menyebutkan pengaruh kuat dari Kakek atau Nenek. Antara lain Bung Karno selalu mengagungkan pengaruh Ibu. Juga Ki Hadjar Dewantara mengemukakan pentingnya Pendidikan dalam Keluarga.
Dan karakter yang ditumbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam kepribadian orang, karena banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai bidang. Baik itu bagi pemimpin masyarakat, olahragawan, kaum bisnis maupun para pendidik sendiri. Ilmu pengetahuan dan kemampuan teknik adalah penting bagi pencapaian keberhasilan, tetapi tidak akan mampu mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai karakter. Kita melihat sekarang keadaan masyarakat Indonesia yang prestasinya tidak sebanding dengan kemampuan teknik dan penguasaan ilmu pengetahun. Hal itu terutama karena pada waktu ini faktor karakter kurang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan. Rendahnya patriotisme adalah gambaran lemahnya karakter bangsa. Ini semua harus menjadi salah satu hasil penting usaha pendidikan bangsa, baik dalam pendidikan dalam keluarga, pendidikan sekolah maupun pendidikan dalam masyarakat. Akan tetapi karena pendidikan pada anak paling dulu dilmulai dalam pendidikan dalam keluarga, maka pendidikan dalam keluarga yang seharusnya memberikan landasan yang kemudian diperkuat dan dilengkapi dalam pendidikan sekolah dan pendidikan dalam masyarakat.
Sudah amat perlu diadakan seruan, ajakan dan pemberian tauladan kepada para orang tua untuk memperhatikan pendidikan yang harus mereka lakukan dalam keluarga. Mungkin sekali banyak di antara para orang tua merasa kurang mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Maka sangat penting Pemerintah atau organisasi lain mengeluarkan Buku Pedoman yang dapat menjadi pegangan bagi para orang tua dalam melaksanakan pendidikan dalam keluarga. Akhirnya memang tergantung pada para orang tua sendiri apakah pedoman itu dilaksanakan atau tidak. Akan tetapi karena secara alamiah orang tua ingin anaknya baik dan sukses, maka besar kemungkinan mayoritas orang tua akan berusaha menerapkan pedoman itu dalam hidup mereka.
E.Kesimpulan
Pentingnya nilai-nilai positif yang diyakini oleh masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pandangan dari dalam masyarakat terhadap setiap permasalahan, sehingga dapat menjadi warga negara yang baik, apalagi didasari dengan pendidikan keluarga yang senantiasa dapat membantu anggota keluarga dari setiap masalah yang mereka hadapi. Karena pendidikan di dalam keluarga dan kewarganegaraan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik maupun negarawan yang mencintai kehidupan, negaranya dan keluarganya.
0 Response to "PENDIDIKAN KELUARGA MENJADI BASIS DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN"
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Posting Komentar